Sejarah
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias.
Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono =
anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha"
(Tanö = tanah). Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan
kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö
yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai
kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan
oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih
ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu".
Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta
besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak
babi selama berhari-hari.
Asal Usul
Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal
dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak
di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut
di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada
zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari
Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang
dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau
Nias.
Penelitian Arkeologi
Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999. Penelitian ini menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau
kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional
dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama
dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul
Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi
negara yang disebut Vietnam. Penelitian genetika terbaru menemukan, masyarakat Nias, Sumatera
Utara, berasal dari rumpun bangsa Austronesia. Nenek moyang orang Nias
diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-5.000 tahun
lalu, Mannis van Oven, mahasiswa doktoral dari Department of Forensic
Molecular Biology, Erasmus MC-University Medical Center Rotterdam,
memaparkan hasil temuannya di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman,
Jakarta, Senin (15/4/2013). Dalam penelitian yang telah berlangsung
sekitar 10 tahun ini, Oven dan anggota timnya meneliti 440 contoh darah warga di 11 desa di Pulau Nias. ”Dari semua populasi yang kami teliti, kromosom-Y dan mitokondria-DNA
orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina,”
katanya. Kromosom-Y adalah pembawa sifat laki-laki. Manusia laki-laki
mempunyai kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Mitokondria-DNA (mtDNA)
diwariskan dari kromosom ibu. Penelitian ini juga menemukan, dalam genetika orang Nias saat ini
tidak ada lagi jejak dari masyarakat Nias kuno yang sisa peninggalannya
ditemukan di Goa Togi Ndrawa, Nias Tengah. Penelitian arkeologi terhadap
alat-alat batu yang ditemukan menunjukkan, manusia yang menempati goa
tersebut berasal dari masa 12.000 tahun lalu. ”Keragaman genetika masyarakat Nias sangat rendah dibandingkan dengan
populasi masyarakat lain, khususnya dari kromosom-Y. Hal ini
mengindikasikan pernah terjadinya bottleneck (kemacetan) populasi dalam
sejarah masa lalu Nias,” katanya.
Studi ini juga menemukan, masyarakat Nias tidak memiliki kaitan
genetik dengan masyarakat di Kepulauan Andaman-Nikobar di Samudra Hindia
yang secara geografis bertetangga.Jejak terputus Menanggapi temuan itu, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional Sony Wibisono mengatakan, teori tentang asal usul masyarakat
Nusantara dari Taiwan sebenarnya sudah lama disampaikan, misalnya oleh
Peter Bellwood (2000). Teori Bellwood didasarkan pada kesamaan bentuk
gerabah. ”Masalahnya, apakah migrasi itu bersifat searah dari Taiwan ke
Nusantara, termasuk ke Nias, atau sebaliknya juga terjadi?” katanya.
Sony mempertanyakan bagaimana migrasi Austronesia dari Taiwan ke Nias
itu terjadi. Herawati Sudoyo, Deputi Direktur Lembaga Eijkman yang juga menjadi
pembicara, mengatakan, migrasi Austronesia ke Nusantara masih menjadi
teka-teki. ”Logikanya, dari Filipina mereka ke Kalimantan dan Sulawesi.
Tetapi, sampai saat ini data genetika dari Kalimantan dan Sulawesi masih
minim. Masih ada missing link,” katanya.
Di Kalimantan, menurut Hera, yang diteliti genetikanya baru etnis
Banjar. Hasilnya menunjukkan, mereka masyarakat Melayu. Di Sulawesi yang
diteliti baru Sulawesi Selatan. ”Masih banyak studi yang harus
dilakukan,” katanya.
Makanan Khas Nias
- Bae - Bae
- Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
- Harinake (daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
- Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
- Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
- Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)
- Ratigae (pisang goreng)
- Tamböyö (ketupat)
- löma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
- Gae nibogö (pisang bakar)
- Kazimone (terbuat dari sagu)
- Wawayasö (nasi pulut)
- Gulo-Gulo Farö (manisan dari hasil sulingan santan kelapa)
- Bato (daging kepiting yang dipadatkan dalam bentuk bulat agar dapat bertahan lama; terdapat di Kepulauan Hinako)
- Nami (telur kepiting dapat berupa nami segar atau yang telah diasinkan agar awet, dapat bertahan hingga berbulan-bulan tergantung kadar garam yang ditambahkan)
Amaedola Nias
- Hulö harita, olifu ia gulinia (Bagaikan kacang lupa akan kulitnya) Artinya : Perumpamaan kepada seseorang yang melupakan asal-usulnya atau yang melupakan seseorang yang telah berbuat baik kepadanya.
- Böi bunu gulö fasalatö (Jangan membunuh ular setengah-setengah jikalau masih hidup ular itu akan mematokmu kembali) Artinya: Hendaknya dalam melakukan sesuatu hal harusnya sampai tuntas agar tidak menjadi bumerang nantinya.
- Hulö ni femanga mao, ihene zinga (Bagaikan kucing yang sedang makan di mulai dari pinggiran) Artinya: Dalam melakukan sesuatu hal, di mulai dengan hal yang mudah ke yang sulit.
- Hulö la'ewa nidanö ba ifuli fahalö-halö (Bagaikan air di potong-potong tetap bersatu kembali) Artinya: Sesuatu yang tidak bisa untuk di pisahkan.
- Abakha zokho safuria moroi ba zi oföna (Lebih dalam luka terakhir dari pada luka yang pertama) Artinya: Sesuatu tindakan akan sangat terasa pada akhirnya.
- Tuo nifarö (tuak) adalah minuman yang berasal dari air sadapan pohon nira (dalam bahasa Nias "Pohon Nira" = "töla nakhe" dan pohon kelapa (dalam bahasa Nias "Pohon Kelapa" = "töla nohi") yang telah diolah dengan cara penyulingan. Umumnya Tuo nifarö mempunyai beberapa tingkatan (bisa sampai 3 (tiga) tingkatan kadar alkohol). Dimana Tuo nifarö No. 1 bisa mencapai kadar alkohol 43%.
- Tuo mbanua / Sataha (minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon kelapa atau pohon nira yang telah diberi 'laru' berupa akar-akar tumbuhan tertentu untuk memberikan kadar alkohol)
Budaya Nias
- Fohombo (Lompat Batu)
- Fataele/Foluaya (Tari Perang)
- Maena (Tari berkoelompok)
- Tari Moyo (Tari Elang)
- Tari Mogaele
- Fangowai (Tari sekapur sirih/penyambutan tamu)
- Fame Ono nihalõ (Pernikahan)
- Omo Hada (Rumah Adat)
- Fame'e Tõi Nono Nihalõ (Pemberian nama bagi perempuan yang sudah menikah)
- Fasösö Lewuö (Menggunakan adu bambu untuk menguji kekuatan pemuda Nias)
0 komentar:
Posting Komentar